puisi yang ditulis pada buku psonnets.org

Puisi merupakan karya seni yang kaya akan ekspresi, pesan & emosi. Dimana ia telah berkembang selama berabad-abad, dan hingga kini pun masih menjadi sarana kuat dalam penyampaian perasaan, pengalaman dan makna kehidupan dari penulisnya.

Dikutip dari psonnets, puisi adalah “saluran emosional yang hebat”. Demikian benar adanya, karena secara historis, puisi sudah menjadi media kuno yang digunakan oleh manusia terdahulu dalam bentuk teks dan simbol-simbol. Bentuk konkrit dari literasi inilah yang akhirnya mengalami banyak transformasi di sepanjang jaman hingga salah satunya menjadi sebuah puisi.

Jejak Perkembangan Literasi Naratif Di Masa Lampau

Dari mana puisi berasal? Meskipun sulit untuk menentukan dengan pasti asal mula puisi yang paling tua, namun ada banyak jejak tertulis yang tersebar di seluruh belahan dunia. Seiring perkembangan peradaban, kisah-kisah lisan mulai diwariskan secara turun-temurun dan mengalami banyak perubahan. Budaya penulisan dan sastra klasik lambat laun mulai dibangun dalam bentuk yang lebih terstruktur dengan ritme seni. Dalam periode tersebut, berbagai unsur termasuk tema, plot dan karakter bahasa semakin diperhalus.

Berikut adalah beberapa bukti perkembangan puisi yang bertransisi dari narasi lisan ke bentuk sastra yang lebih artistik.

  • Sumeria dan Epos Gilgamesh

Dikenal sebagai karya sastra epik dari Mesopotamia kuno, Epos atau naratif dalam bahasa Akkadia ditulis pada lima lempengan batu. Wiracarita pada abad 2100 SM tersebut menjadi jejak tertulis yang menceritakan perjalanan hidup seseorang hingga kematiannya; yakni seorang raja yang juga merupakan pahlawan bernama Gilgamesh dari kota Uruk di Sumeria.

  • ‘Puisi-Puisi’ dari Piramida

Manuskrip Hieroglif banyak ditemukan pada situs arkeologis Mesir (Sungai Nil hingga Laut Mediterania). Penemuan menjadi bukti perkembangan literasi dimana bangsa mesir kuno menggunakan simbol & gambar untuk menceritakan kehidupan raja-raja, mitos, dewa hingga ritual sakral termasuk pemakaman. Meski tidak disebut sebagai puisi, akan tetapi gaya yang bahasa misterius seperti mantra yang diterjemahkan oleh para arkeolog menunjukkan adanya elemen estetika dan emosional yang serupa dengan puisi, yakni mengungkapkan keyakinan dan harapan terhadap kehidupan setelah mati.

  • Puisi Kuno India

Di India; himne, doa, ritual keagamaan lahir di abad 500 SM hingga 200 SM. Dikenal dengan sebutan “Veda”, literasi ini sarat dengan puisi, syair dan mantra. Teks-teks tersebut tak hanya berfungsi sebagai panduan spiritual, akan tetapi juga sebagai cerminan nilai-nilai, filosofi, dan pandangan bangsa India kuno. Selain Veda, ada juga “Upanishad” yang lebih menekankan pada filosofi kehidupan, hubungan antar sesama dan juga nasehat dengan kata-kata bijak

  • Puisi di Yunani Kuno

Sekitar 8 SM, puisi mulai berkembang pesat di Yunani. Salah satu Sastrawan-nya yang terkenal; Homeros telah menciptakan mahakarya yang berjudul “Iliad dan Odyssey”. Perkembangan seni drama dan teater di masa itu menggabungkan antara puisi & syair di tiap pentas teatrikalnya. Pertunjukan tersebut biasanya mengisahkan perang, petualangan, mitologi, budaya dan nilai-nilai dari masyarakat Yunani kuno, salah satunya adalah “Prometheus Bound”, yang menceritakan seseorang bernama Prometheus yang dihukum oleh Dewa Zeus atas kesalahannya.

  • Renaissance Inggris

Pada Abad ke-16, kebangkitan seni dan sastra ditandai dengan tercatatnya Penyair terkenal seperti Sir Philip Sidney dan Edmund Spenser yang memperkenalkan bentuk baru syair, yaitu soneta. Selain itu penyair William Shakespeare yang dianggap sebagai salah satu penulis & penyair terbesar dalam sejarah sastra, mengabadikan karyanya lewat “Hamlet,” “Romeo and Juliet,” “Othello,” dan “Macbeth,”.

https://unsplash.com/photos/a-bust-of-abraham-lincoln-in-front-of-a-library-full-of-books-vhzkuolJwZc?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
@unsplash

Penyebaran Seni Puisi di Asia Tenggara; Indonesia

Asia Tenggara memiliki sejarah seni yang beragam di masing-masing negaranya. Khususnya di Indonesia, puisi sebetulnya telah ada jauh sebelum kedatangan penulis dan penyair dari eropa. Salah satu bentuk puisi yang terkenal di Indonesia adalah syair dan pantun. Puisi rakyat ini terdiri dari empat baris dengan ritme khas yang digunakan dalam keseharian, hingga acara adat dalam bentuk cerita rakyat, mitos, dan syair yang dinyanyikan.

Memasuki abad ke-20, penyair Indonesia mulai terinspirasi akan karya sastra internasional. Perkembangan tersebut ditandai dengan lahirnya sejumlah penyair terkemuka seperti Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan Taufiq Ismail yang memperkenalkan kita pada teknik & gaya bahasa bahasa sehari-hari yang lebih mudah dipahami. Dengan banyak mengeksplorasi tema romansa, pergulatan batin, identitas, dan realitas, puisi telah menjadi sebuah refleksi dari kehidupan sosial masyarakat kita.

https://unsplash.com/photos/an-open-book-on-a-wooden-table-with-a-flower-5--0158ThIU?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
@unsplash

Perkembangan Puisi di Era Kontemporer & Digitalisasi

Perkembangan yang dinamis dan kompleks dari kemajuan teknologi kian menumbuhkan tren baru dalam dunia puisi. Media sosial kini telah menjadi platform utama dalam penyebarannya, terutama di kalangan muda. Dengan memanfaatkan Instagram, X ,Thread, Facebook, dan TikTok, misalnya banyak sekali orang-orang yang antusias membagikan karya mereka. Terlebih lagi format visual canggih yang mampu memberi keleluasaan dalam berekspresi; seperti menambahkan reels video, gambar hingga musik, suatu konten dengan mudah dapat menjadi viral dan mencuri perhatian para pengguna medsos.

Inovasi digital telah mempengaruhi hakikat puisi, terlebih lagi jika puisi dimanfaatkan sebagai wadah untuk bersuara dalam isu sosial dan politik. Puisi kontemporer seperti inilah yang terkadang berujung pada bentuk protes yang memancing berbagai komentar sosial. Oleh karena itu, hendaknya kita dapat menjaga relevansi puisi agar karya seni ini tetap menjadi medium ekspresi yang kuat dan positif tanpa kehilangan esensi aslinya.

Photo by Anete Lūsiņa on Unsplash
@unsplash