Tahun 1978
Pertamakali Kesih bertemu dengan Lingga saat berusia 24 tahun. mereka bertemu secara kebetulan di acara ulang tahun salah satu kerabat mereka. Lingga adalah pemuda usia 28 tahun yang kharismatik dan berperawakan tampan. Banyak wanita yang tergila-gila padanya. Kesih pun dikenal banyak orang. Karena bakatnya dalam bernyanyi maka ia kerap di undang di berbagai acara yang diadakan di wilayah tempat tinggalnya. Kesih adalah sosok wanita yang menarik, cerdas, ramah namun tegas dan berwibawa.
Mata Lingga tertuju pada Kesih yang terlihat acuh tak acuh sepanjang acara. Lingga penasaran, belum pernah ada wanita yang memandangnya dingin seperti Kesih sebelumnya. Lingga pun nekad mengajak Kesih untuk berkenalan, namun uraian jabat tangannya ditolak mentah-mentah oleh Kesih. Lingga yang mengenakan kemeja dengan 3 kancing terbuka hingga dada, celana cutbray, rambut gondrong serta senyumannya yang genit justru membuat kesih enggan. Menurutnya laki-laki tersebut seperti playboy.
Hingga acara itu selesai Kesih tak mengubris laki-laki yang berusaha mengambil perhatiannya . Lingga tak habis pikir mengapa kali ini ia seperti kehilangan daya tariknya. Beberapa hari berlalu, akhirnya Lingga mendapatkan informasi salah seorang sepupunya yang kenal baik dengan Kesih. Lingga pun memberanikan diri untuk datang ke kantor Bupati tempat Kesih magang. Saat jam istirahat makan siang, Lingga menunggu Kesih di seberang jalan. Kesih kaget melihat pria yang tempo hari mengganggunya. Secepat kilat ia menghindar dari pandangan Lingga dan menghilang diantara kerumunan orang.
Lingga tak menemukan Kesih disana, tapi ia tak menyerah. Di lain waktu ia membujuk sepupunya lagi untuk mengundang kesih ke rumah. Kesih pun datang dan bertatap mata kembali dengan Lingga, kali ini lingga berhasil membuat Kesih menjabat tangannya.
Kesabaran dan perhatian Lingga tak sia-sia. Akhirnya Kesih mulai bersikap ramah. Perlahan Lingga menjadi teman bicara, dan tempat ia berkeluh kesah. Kesih mulai mempercayai Lingga. Lingga yang dulu dikenal bak Cassanova mulai berubah demi menjalin hubungan dengan kesih. Ia pun menjadi sosok yang setia. Hati kesih pun luluh dan kesih mulai terbuka padanya. Kesih membagi kisah hidupnya yang selama ini tak bahagia.
Kesih dikekang oleh keluarganya, terutama oleh kakak laki-laki pertamanya. Masa remaja Kesih diwarnai dengan kekerasan. Ia sering dipukuli oleh kakaknya, dan ibunya mendidik kesih dengan keras. Terutama ketika Kesih mulai beranjak dewasa dan mengembangkan bakatnya dalam bernyanyi. Kesih mendapatkan bogem mentah sekembalinya pulang dari bernyanyi di suatu acara. Kala itu, seorang biduanita dianggap rendahan dan bukanlah sebuah karir. Oleh karena itu Kesih sangat di tentang oleh keluarganya.
Kesih menjalani hari-hari dengan batin tertekan hingga suatu hari ia tak mampu lagi bertahan dirumahnya. ia ingin kabur. Akan tetapi ia tak tahu kemana harus pergi. Lingga yang mendengar hal itu lalu mengajak Kesih pergi dan tinggal di propinsi lain.
Lingga dan Kesih kawin lari
Dalam keadaan bingung dan kalut Kesih meng-iyakan ajakan Lingga. Kesih menganggap bahwa ini adalah jawaban atas doanya. Lingga menjadi jalan keluar baginya. Lingga akan mendampinginya dan mendukung karirnya untuk menjadi seorang penyanyi.
Kesih dibuang keluarganya sejak memutuskan untuk kawin lari. Bersama Lingga yang telah menjadi suaminya, mereka pindah ke serambi Mekah, jauh dari keluarga masing-masing. Disana mereka hidup sederhana hingga akhirnya Lingga mendapat pekerjaan. Lingga dan kesih sempat mengalami kesulitan ekonomi, namun mereka bahagia penuh kasih dan cinta.
Kesih mengurungkan niatnya menjadi penyanyi ketika mengetahui bahwa ia tengah mengandung anak pertamanya, namun karena banyak faktor Kesih kehilangan bayi laki-laki pertamanya itu.
Setahun kemudian Kesih dikaruniai seorang bayi cantik dan sehat yang diberi nama Enjelin. Beberapa tahun berikutnya kehidupan ekonomi keluarga kecil mereka semakin membaik.Suatu hari Lingga datang membawa kabar bahwa mereka akan pindah ke propinsi lain. Lingga mendapat tawaran bekerja di tanah jawa.
4 tahun kemudian Kesih melahirkan anak ke-2 yang diberi nama Delima, dan empat tahun berikutnya kesih kembali melahirkan si bungsu yang diberi nama sasha.
Tahun demi tahun kehidupan Kesih bersama keluarga tercintanya baik-baik saja. Karir Lingga pun semakin cemerlang. Ia berhasil menghidupi keluarganya lebih dari cukup. Kesih berbahagia dengan apa yang mereka miliki meskipun tidak menjadi seorang penyanyi.
Lingga yang bekerja perusahaan swasta semakin lama sering ditugaskan keluar kota, propinsi hingga negara tetangga. Kadang Lingga pergi berbulan-bulan jika ada proyek jangka panjang. Keadaan tersebut mengharuskan ia tinggal berjauhan dari anak-anak dan istrinya. Dengan sabar Kesih mengurus ke-3 anaknya sebaik mungkin sambil menunggu suaminya pulang. Lingga merindukan keluarga tercintanya, namun pekerjaannya membuatnya sering bepergian jauh dan juga jarang pulang ke rumah.
Menginjak umur pernikahan mereka yang ke-8, rumah tangga Kesih mulai dirundung sebuah masalah. Kesih mencium adanya kehadiran orang ke-3.
Kesih sangat murka
Selama ini Kesih mendedikasikan waktunya untuk keluarganya. Ia bahkan meninggalkan cita-citanya sementara Lingga semakin sukses. Akan tetapi jarak mulai membuat Lingga berubah, lambat laun ia terluoa akan janjinya. Sifat Lingga yang dahulu muncul kembali karena banyaknya godaan di luar serta pergaulan teman-teman sesama proyeknya. Ia terjerumus dalam dunia perselingkuhan.
Lingga mulai menjalin hubungan dibelakang Kesih. Ia bertemu dan berkencan dengan beberapa wanita selama ia bertugas di daerah. Tanpa sepengetahuan Kesih, Lingga sering membawa seorang wanita ke dalam Mess tempat tinggalnya selama di proyek, dan bahkan terkadang mereka pergi berlibur bersama.
2 tahun kemudian Firasat Kesih semakin kuat, hingga suatu saat ketika Lingga pulang ke rumah, Kesih menemukan dompetnya suaminya berisi berisi foto seorang wanita. Kesih sungguh kecewa. Amarahnya tak terbendung. Ia yakin suaminya telah main perempuan di luar sana.
Kesih pun memata-matai Lingga lewat salah seseorang istri dari bawahan Lingga yang ikut dengan suaminya selama bertugas di proyek yang sama. Temannya itu pun selalu melaporkan gosip-gosip yang terdengar di proyek.
Kesih yang mendengar cerita itu akhirnya memutuskan untuk melihat dengan mata kepalanya sendiri. Sekitar pukul 3 sore, pesawat yang ditumpangi Kesih mendarat di Medan. Kesih belum pernah ke kota itu sebelumnya. Tapi Kesih tak kehabisan akal, dengan mudah ia menemukan lokasi mess dan kantor tempat suaminya bekerja.
Kesih sampai di Mess saat Lingga masih berada di kantor. Di mess tersebut Kesih bertemu dengan beberapa pembantu yang menolongnya dengan memberikan kamar untuk beristirahat.
Hati dan pikiran Kesih berkecamuk penuh dengan emosi, namun ia mencoba bersabar dan tabah. Pukul 6 sore, suaminya terlihat pulang ke mess. Para pembantu tersebut merahasiakan kedatangan istri Lingga. Dari balik jendela kamar Kesih dapat mengintip suaminya yang bergegas mandi lalu bersiap untuk pergi lagi. Salah satu pembantu memancing Lingga agar ia mengatakan hendak jalan kemana.
Tanpa curiga, Lingga tersenyum sumingrah. Ia berkata hendak berkencan malam itu di sebuah restoran. Kesih dapat mendengarnya dengan jelas. Setelah Lingga berangkat, salah seorang pembantu memberikan nama restoran yang cukup terkenal. Kesih pun menguntit suaminya menggunakan becak sewaan.
Setiba di restoran, kesih memilih tempat duduk yang cukup jauh dari suaminya. Namun ia bisa memperhatikan Lingga yang tengah duduk berhadapan dengan seorang wanita. Wanita itu terlihat agresif meskipun tampangnya Kesih nilai biasa-biasa saja. Kesih juga sempat memesan makanan sambil memperhatikan kedua orang itu sesekali.
Beberapa waktu setelah selesai makan, Lingga beranjak dari kursi menuju kasir. Saat itu juga Kesih ikut bergegas dan memotong antrian. Kesih berdiri tepat di antrian meja kasir sebelum Lingga, sementara suaminya berdiri dibelakangnya.
Lingga tidak menyadari sama sekali.
Ia juga percaya – tak mungkin istrinya bisa sampai ke Medan dan berada di 1 restoran yang sama malam ini. Tak ada rasa curiga yang muncul di benaknya meski wanita bertubuh ramping yang berdiri di depannya lumayan mirip dengan istrinya di rumah. Penampilan Kesih memang berbeda waktu itu. Ia sempat memotong pendek rambutnya dan mengenakan pakaian yang terlihat tomboy serta sepasang boot. Sembari mengantri Lingga mengetuk-ketuk meja kasir dengan dompetnya. Lama kelamaan ia jadi penasaran ingin melihat wajah perempuan yang berada di depannya itu. Sambil membayar bon di depan kasir, Kesih pun sengaja menoleh kebelakang.
Lingga dapat merasakan darahnya yang mengalir turun dengan deras. Matanya terbelalak. Bibirnya kaku dan suhu badannya mendadak dingin. Ia sungguh tak percaya, panik dan ketakutan. Istrinya menebar senyum di depannya. Lutut Lingga lemas, sementara Kesih berusaha tegar.
Kesih tidak berkata apa-apa.
Kesih melangkahkan kaki keluar dari restoran saat Lingga menangkap tangannya. Matanya berlinang. Ia berusaha mencari kata yang tak juga muncul di kepala. Ia juga kebingungan, wanita di sudut ruangan itu masih duduk manis menunggunya.
Tapi Lingga memilih untuk mengikuti Kesih setelah melemparkan uang ke kasir. Di depan parkiran restoran Lingga memaksa Kesih untuk naik kedalam mobil. Mereka bertengkar hebat disepanjang jalan. Lingga berkelit, kalau ia hanya makan di restoran, dan wanita itu hasil keisengan semata karena ia merasa kesepian.
Kesih tak peduli alasan apapun yang keluar dari mulut Lingga.
Setibanya di Mess, Kesih bermalam di kamar pembantu. Malam itu Kesih tak bisa tidur. Air mata dan rasa sakitnya tak berperi. Kesih teringat akan ke-3 buah hatinya yang ia tinggalkan beberapa hari ini. Ia menangisi nasib ketiga putrinya, bahwa ayahnya telah menyimpan wanita lain selama ini.
Kesih merasa tercurangi. Sebagai istri yang setia, hati kesih sungguh hancur. Kepercayaannya terhadap Lingga sudah tidak lagi ada. Lingga sempat membujuk Kesih untuk mendengar semua alasaannya malam itu, tapi Kesih tak mampu lagi mendengar ocehan tersebut.
Keesokan harinya Lingga kembali berangkat bekerja. Selang beberapa jam Kesih menyusul suaminya itu ke kantor. Sebelumnya ia telah mendapatkan informasi bahwa wanita yang semalam juga bekerja di kantor yang sama. Menjelang makan siang, Kesih tiba di proyek. Kesih mencari ruangan General Manager. Sekuriti kantor mengarahkannya ke ruangan pojok. Jam makan siang membuat ruangan kantor sepi karena rata-rata karyawan sudah berada di kantin. Namun Lingga masih berada di ruangannya, bersama wanita itu yang tak lain adalah sekretarisnya.
Pintu ruangan Lingga dalam keadaan terkunci. Kesih mencari cara untuk membukanya. Kesih pun mendobrak pintu tersebut. Kesih memang berlatih bela diri sejak kecil, salah satu dari kakak Kesih memang seorang pelatih karate dan Judo, Dengan mudahnya pintu itu terbuka dengan satu kali tendangan.
Pintu terbuka lebar, dan kedua orang yang di dalamnya sangat shock. Kesih mendapati suaminya tengah memangku wanita yang ia lihat semalam.
wanita itu berlagak ketakutan sambil memeluk erat suaminya. Lingga mematung. Kesih berusaha tenang sembari mendekati meja yang menghalangi ia dan kedua orang tersebut.
Kesih mngeluarkan beberapa dokumen serta salinannya. Kesih melemparkan pulpen ke dada Lingga untuk menandatangani surat-surat itu. Raut Kesih terlihat jijik melihat pemandangan didepannya, namun Kesih sudah tak ambil pusing. Ia hanya ingin Lingga menandatangani surat cerai, kepemilikan rumah dan tanah.
Lingga berusaha melepaskan rangkulan wanita yang itu, namun wanita itu memeluknya semakin erat dan berkata;
” saya sih terserah bapak saja, bapak yang bilang memang mau menikahi saya, bapak cintanya sama saya”
Darah Kesih mendidih, kemurkaannya sudah tak dapat ditahan. Ditariknya lengan kiri wanita itu hingga terlepas dari Lingga. lingga terjatuh dari kursinya. Wanita itu berhasil diraih oleh Kesih, kesih menariknya melewati meja. Sebuah bogem mentah terlepas ke wajah wanita itu. lalu Kesih menyeretnya ke lantai dan membantingnya. tubuh wanita itu tergelepak dalam keadaan terlentang. Kejadiannya sungguh cepat. Kesih yang telah menahan emosinya sejak lama mencabik kemeja yang dikenakan oleh wanita itu hingga semua kancingnya terlepas.
Kesih membidik dada wanita itu dengan satu kepalan tangan kanannya yang mengarah keatas. Sikut Kesih bersiap mendarat ke area jantung wanita tersebut. sebuah jurus karate yang dikuasai oleh Kesih. Kesih yang tengah menduduki wanita itu seketika itu ditarik oleh beberapa orang dari belakang.
Orang-orang tersebut adalah kawan-kawan dari Lingga yang juga Kesih kenal. Kesih tak terima, ia pun berdiri dan melakukan tendangan samping. Beberapa orang tersebut jatuh karenanya. Kesih kembali mendekati wanita yang tak berdaya itu, namun lagi- lagi ia dihalangi salah seorang karyawan yang akhirnya mendapat dengan sebuah tendangan di perut. Beberapa orang babak belur saat itu. Sekuriti pun datang.
Lingga terduduk di samping kursinya yang terjatuh sambil menangis. hampir saja wanita itu dibuat pingsan oleh istrinya. Dan dalam pikiran Kesih, ia hanya ingin dokumen yang ia bawa ditandatangani. Cuma itu yang ia butuhkan bersama ke-3 anaknya saat ini.
Singkat cerita, Kesih pulang ke rumah. Kesih meratap dalam hatinya, namun ia harus bangkit dari hal pahit yang menderanya. Kesih mulai membuka usaha sendiri demi membesarkan ke-3 puterinya. Kesih bersumpah tidak akan menikah lagi.
…………………………..
Lingga
Bertahun-tahun kehidupannya terasa hampa. Ia kehilangan materi dan cinta. Setelah proyeknya selesai ia tak lagi kerja kantoran dan memulai usaha freelance. Lingga merindukan ke-3 putrinya. Tapi seakan tak sanggup, lingga mengurungkan niatnya untuk berjumpa.
Setiap hari Lingga ber-angan jika saja ia tak melakukan kesalahan sebanyak itu. Ia juga mengenang betapa bahagianya dulu ketika ia bersama anak-anak dan istrinya dirumah.
Tahun demi tahun berganti, Lingga hidup penuh dengan penyesalan, sakit-sakitan, hingga akhirnya ia pun tutup usia.
Datang dari keluarga broken home; seseorang sulit membina hubungan?