Istilah broken-home
Yakni menggambarkan situasi dimana seseorang tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis. Broken-home seringkali terjadi karena adanya cekcok, pertengkaran, kecurangan, ketidak-stabilan hubungan antar orang tua yang menyebabkan adanya keretakan, perpisahan, dan bahkan perceraian.
Bagaimana Jika Hal Ini Dialami oleh Pembaca?
Apakah benar bahwa dampak berkepanjangan dari pengalaman psikologis di masa lalu terus menghantui dan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang, terutama dalam membina hubungan dengan pasangannya di masa dewasa?
Berikut artikel ini akan membahas beberapa efek domino yang timbul dari situasi ‘broken home’ & bagaimana cara keluar dari pola tersebut.
Dampak Ketidakstabilan Keluarga pada Anak
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak yang tumbuh diantara guncangan dan gejolak cenderung mengalami kesulitan mengelola kestabilan emosional dan psikisnya. Bisa saja mereka mengalami kekhawatiran yang besar, kecemasan, depresi, dan rasa rendah diri. Hal ini terjadi karena mereka sering dipaksa untuk menyaksikan dan beradaptasi dengan tantangan yang datang dari orang tua tanpa adanya bantuan atau petunjuk yang cukup. Lebih lanjut, anak tersebut mungkin juga diam-diam memendam rasa sakit, bersalah, malu, merasa diabaikan & ditinggalkan karena kurangnya cinta dan validasi dari salah satu atau kedua orang tuanya.
Anak “broken-home” biasanya menunjukkan perilaku yang tidak seimbang, seperti agresi, ketidakpatuhan, dan sikap ‘rebellious’ saat bertumbuh. Seiring waktu ketika mereka beranjak dewasa, banyak dari mereka yang berhasil meraih sukses dalam kehidupan, mulai dari tingkat akademis, pekerjaan, bisnis sampai dengan kehidupan rumah tangganya; yakni memiliki keluarga harmonis, bahagia dan jauh dari situasi yang dialami sewaktu kecil atau remaja.
Namun di sisi lain tidak sedikit pula dari mereka yang mungkin mampu membangun kehidupan pribadi yang baik akan tetapi kesulitan dalam memiliki atau mempertahankan hubungan dengan pasangannya. Hal ini disebabkan oleh adanya memori-memori traumatis masa lalu yang menimbulkan mental-blok dan membentuk pola tanpa disadarinya.
Contoh Dampak Psikis Berkepanjangan
1.Daddy issues
Yaitu hubungan ayah dan anak yang tidak harmonis atau ketidakhadiran sosok ayah pada masa kanak-kanak dan remaja. Ketika pola ini sudah terbentuk maka, ketika ia dewasa seorang anak perempuan dapat berpotensi mencari pasangan yang mirip dengan sosok ayahnya.
Wanita dewasa dengan daddy issues condong memilih pasangan yang lebih tua atau memiliki sifat seperti ayahnya, termasuk sifat-sifat berbahaya atau tidak setia. Hal ini dapat terjadi karena adanya love-hate memory yang dia kenang dari ayahnya. Ciri lainnya yaitu timbulnya tingkah laku posesif, takut akan kesendirian, dan selalu membutuhkan kepastian serta validasi yang berlebihan.
Contoh lain; seorang wanita mungkin akan menarik pasangan yang memiliki sifat-sifat ayah yang tidak disukai ibunya, namun mereka merasa bahwa dirinya dapat mengubah nasib atau sifat pasangan. Akan tetapi, hal ini justru berpotensi memicu suatu konflik yang akhirnya menghancurkan relasi atau hubungan yang tidak mulus.
2. Mother complex issues:
Mother complex biasanya terjadi pada anak-laki yang kekurangan sosok hadirnya seorang ibu dalam hidupnya. Pada dasarnya setiap anak mengidealkan ibu mereka sebagai sumber kenyamanan dan kasih sayang. Apabila semasa kecil mereka mengalami hal yang berlawanan maka keterikatan yang tidak sehat itu akan mempersulit dirinya dalam membentuk hubungan yang sehat dengan pasangannya.
Saat dewasa mereka seringkali menarik wanita yang lebih tua dalam hidupnya karena di dalam alam bawah sadarnya ia mempercayai bahwa wanita yang lebih tua dapat memberi stabilitas dan rasa keibuan yang tidak pernah dimilikinya.
3. attachment issues
Menurut “The Journal of Family Issues” dikatakan bahwa anak-anak yang tumbuh diantara pertengkaran dan perceraian orang tua biasanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan ikatan seimbang dengan pasangannya di kemudian hari.
-
Trust Issue
Orang yang memiliki trust issue cenderung merasa bahwa orang lain tidak dapat diandalkan dan dipercaya.
-
Insecurity
Orang yang memiliki isu ini biasanya merasa takut dan kurang percaya diri. Mereka mungkin mudah untuk menyalahkan diri sendiri ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan harapan, sehingga dapat menjadi terlalu kritikal terhadap diri sendiri.
-
Emotional Attachment
Orang yang memiliki masalah emotional attachment seakan mengharapkan keterlibatan emosional yang berlebihan dengan orang lain, dan biasanya kesulitan untuk melepaskan diri dari hubungan yang tidak seimbang atau toxic.
-
Emotional detachment
Adalah keadaan dimana seseorang menghindari keterikatan mendalam secara emosional karena adanya trauma semasa kecil yang dialami. Ketika dewasa ketakutan tersebut menjadi barrier yang kokoh dimana mereka akan berusaha menghentikan segala kemungkinan untuk mencegah itu terjadi secara defensif. Hal ini sebetulnya tidak hanya menyakiti pasangan namun juga terhadap diri sendiri, dan dapat menyebabkan berakhirnya sebuah hubungan.
4. Repetition cycle
Pengulangan situasi yang sama, dimana seseorang selalu merasa gagal atau mengalami hubungan yang kandas. Hal ini disebabkan adanya ke-3 faktor diatas yang membuat dirinya merasa terjebak dalam lingkaran situasi tersebut tanpa tahu bagaimana caranya untuk keluar.
Break the pattern – Merombak ulang pola kehidupan
Dengan menyadari, menerima kenyataan dan berdamai dengan masalah yang dialami orang tua di masa lalu serta memahami isu keterikatan emosional (attachment issues) yang ditimbulkan merupakan langkah awal menuju penyembuhan. Meskipun proses ini tidaklah mudah, ada beberapa cara yang dapat membantu seseorang yang telah lama mengalaminya.
1. Bantuan Profesional
Menghubungi konselor atau terapis profesional adalah langkah penting. Perspektif yang objektif dan teknik terapi yang efektif dari praktisi dapat membantu menyelidiki rasa sakit masa lalu dan mengajarkan cara baru untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah emosional yang ada.
2. Perbaharui Gaya Interaksi
Penting untuk kita mengganti pola interaksi yang sebelumnya tidak sehat, contohnya dengan gaya komunikasi yang lebih konstruktif dan menghindari hal-hal provokatif yang dapat memancing emosi dari masa lalu. Menggunakan teknik hipnoterapi juga bisa menjadi alternatif untuk membantu seseorang menjelajahi pikiran dan emosi terdalam, serta memfasilitasi perubahan pola pikir.
4. Pasangan yang Mendukung
Sangat penting bagi kita untuk memilih seseorang yang memiliki sifat-sifat positif, yakni orang yang memahami dan memiliki visi-misi yang sama. Dengan bersama orang yang tepat, ketakutan dan ketidakpercayaan diri dalam membina hubungan dapat diatasi sehingga pola kegagalan dalam membina rumah tangga yang dialami orang tua tidak perlu terulang dalam kehidupan kita. Sebaliknya, kita dapat membangun hubungan yang jauh lebih sehat, yang memberikan ruang untuk pertumbuhan dan kebahagiaan bersama dalam jangka waktu yang lama.
Referensi:
Amato, P. R. (2001). Children of divorce in the 1990s: An update of the research. Journal of Family Issues, 22(2), 249-263.
Klimes-Dougan, B., & Gordon, D. A. (2011). The Effects of Parental Divorce on Adult Attachment. Journal of Family Issues, 32(10), 3131-3152.
Brown, B. (2010). The Gifts of Imperfection: Let Go of Who You Think You’re Supposed to Be and Embrace Who You Are. Hazelden Publishing.